Iamemimpin Kerajaan Banjar pada tahun 1596 – 1620. Tretarik melihat sebuah poto lukisan dari Aelita Andre.. dan dia menginginkannya bergabung dalam grupnya karena bakat lukisannya itu.. Ketika undangan telah dibuat, ia baru saja menyadari bahwa Aelita adalah anak yang masih berumur 22 bulan. Diponegoro adalah putra sulung SejarahPulau Bali. Bali adalah nama salah satu provinsi di Indonesia dan juga merupakan nama pulau terbesar yang menjadi bagian dari provinsi tersebut. Selain terdiri dari Pulau Bali, wilayah Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau yang lebih kecil di sekitarnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa Ceningan dan Pulau PangeranDiponegoro Pangeran Diponegoro memimpin pertempuran karya Basoeki Abdullah.Pangeran Diponegoro yang memiliki nama asli Raden Mas Ontowiryo lahir pada tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta. Sosok Pangeran Diponegoro dikenal luas karena memimpin Perang Jawa. Pertempuran terjadi karena Dokumendokumen Belanda yang dikutip para ahli sejarah, disebutkan bahwa sekitar 200.000 jiwa rakyat yang terenggut. Sementara itu di pihak serdadu Belanda, korban tewas berjumlah 8.000. Perang Diponegoro merupakan salah satu pertempuran terbesar yang pernah dialami oleh Belanda selama menjajah Nusantara. Pada16 Februari 1830, Kolonel Cleerens menemui Pangeran Diponegoro di Remo, Bagelen, Purworejo untuk mengajaknya berunding. Kemudian pada 28 Maret 1830, Diponegoro bersedia untuk bertemu dengan Letnan Gubernur Jendral bernama Markus de Kock. Ketika Belanda mengajukan penghentian perang, pihak Diponegoro menolak dan justru menyergap wjFHru. Lukisan terkenal karya pelukis maestro Basuki Abdullah, bernilai sejarah tinggi, dimana lukisan ini menceritakan tentang sengitnya pertempuran Pangeran Diponegoro melawan Belanda. Pangeran Diponegoro dengan gagah berani diatas kuda, mengenakan jubah putih kebesaran, memimpin pertempuran, berlatar belakang kobaran api. Perang Diponegoro berawal ketika pihak Belanda memasang patok di tanah milik Diponegoro di desa Tegalrejo. Saat itu, ia memang sudah muak dengan kelakuan Belanda yang tidak menghargai adat istiadat setempat dan sangat mengeksploitasi rakyat dengan pembebanan pajak. Sikap Diponegoro yang menentang Belanda secara terbuka, mendapat simpati dan dukungan rakyat, selama perang ini kerugian pihak Belanda tidak kurang dari tentara dan 20 juta gulden. Berbagai cara terus diupayakan Belanda untuk menangkap Diponegoro. Bahkan sayembara pun dipergunakan. Hadiah Gulden diberikan kepada siapa saja yang bisa menangkap Diponegoro, hingga akhirnya ditangkap pada 1830. Diponegoro memimpin pertempuran karya Basuki Abdullah, Cat minyak diatas kanvas, 150cm x 120cm Daftar isi1. Diponegoro Memimpin Pertempuran 2. Djoko Taro 3. Gatotkaca dengan Pergiwa dan Pergiwati 4. Maria Assumpta 5. Peperangan Antara Gatotkaca dengan Antasena 6. Bila Tuhan Murka7. Kanjeng Ratu Kidul8. Lady With Kebaya 9. Sungai Tak Pernah Kembali Di Indonesia terdapat beberapa tokoh seniman yang namanya melegenda termasuk dalam bidang seni lukis. Di antara nama-nama tersebut salah satunya adalah Basuki Abdullah. Beliau adalah pelukis asal Surakarta, Jawa Tengah yang lahir pada 25 Januari 1915. Ia lahir dengan nama lengkap yakni Fransiskus Xaverius Basuki dalam melukis sudah tidak diragukan lagi. Ia dikenal sebagai maestro pelukis Indonesia aliran realis dan naturalis. Salah satu prestasinya adalah mampu menyingkirkan pelukis Eropa lainnya dalam sayembara Ratu Juliana di Amsterdam pada tahun 1948. Bakat melukisnya didapatkan dari sang ayah yang juga merupakan pelukis yakni Abdullah Suriosubroto. Bakat tersebut kemudian beliau kembangkan di sekolah Academie Voor Beeldende Kunsten di Den Haag, Belanda. Berikut ini adalah daftar karya dari Basuki Abdullah yang paling melegenda. 1. Diponegoro Memimpin Pertempuran Lukisan pertama dari seorang Basuki Abdullah yang paling melegenda adalah lukisan Diponegoro Memilih Pertempuran. Lukisan yang dibuat sekitar tahun 1934 dan disempunakan pada tahun 1949. Dari lukisan ini lah tergambar rasa nasionalisme seorang Basuki Abdullah. Pada lukisan ini Pangeran Diponegoro digambarkan mengenakan jubah putih sedang menunggangi kuda hitam perkasanya. Raut wajah sang Pangeran terlihat marah seakan siap untuk melakukan serangan. Basuki Abdullah membuat lukisan ini ketika berada di Den Haag. Padahal bagi Belanda, Pangeran Diponegoro adalah simbol dari perlawanan namun Basuki Abdullah tidak takut untuk melukisnya. Saat ini lukisan Pangeran Diponegoro Memimpin Perang menjadi bagian dari Koleksi Museum Kebangkitan Nasional. 2. Djoko Taro Lukisan Basuki Abdullah dengan judul Djoko Taro adalah lukisan yang mengusung tema mitologi Jaka Tarub atau Joko Tarub. Dalam kisah asli nya Joko Tarub bersama dengan 7 sosok bidadari namun dalam lukisan ini Basuki hanya menggambarkannya sebanyak 6 sosok saja. Alasan mengapa Basuki menghilangkan satu sosok bidadari tersebut. Lukisan ini dibuat atas dari permintaan Bapak Proklamator Ir. Soekarno. Basuki Abdullah membuat lukisan ini pada tahun 1959 dengan 6 buah versi. Salah satu versi lukisan ini kini berada di Koleksi Istana Kepresidenan Republik Indonesia yang ada di Bogor. 3. Gatotkaca dengan Pergiwa dan Pergiwati Lukisan lainnya dari Basuki Abdullah yang mengangkat tema mitologi adalah Gatotkaca dengan Pergiwa dan Pergiwati. Basuki Abdullah melukis karya ini dengan gaya naturalisnya sekitar tahun 1956. Gatotkaca adalah sosok dalam cerita Mahabarata yakni anak dari Werkudara. Pada lukisan ini Gatotkaca digambarkan sedang terbang dan muncul dari balik awan bersama dengan anaknya yakni Arjuna, Pergiwa dan Pergiwati. Sama seperti lukisan Djoko Taro, lukisan dengan judul lain Gatotkaca dan Anak-Anak Arjuna Pergiwa-Pergiwati dan Gatotkaca Memikat Pergiwa dan Pergiwati ini juga permintaan khusus dari Presiden Soekarno. Lukisan dengan ukuran dimensi 150 x 100 cm ini sekarang terpajang di Ruang Resepsi Istana Merdeka. 4. Maria Assumpta Basuki Abdullah juga menggunakan Bunda Maria sebagai objek lukisannnya. Lukisan tersebut diberi judul Maria Assumpta. Namun judul asli dari lukisan ini adalah Bunda Maria versi Jawa dan ada pula yang menyebutnya sebagai Madonna Indonesia dan Maria ini dibuat pada tahun 1935 dengan 4 versi namun hanya 1 versi saja yang diketahui keberadaan yakni di rumah jompo Serikat Yesus di Nijmegen, Belanda. Sesuai dengan namanya yakni “Maria Jawa” susuk Bunda Maria pada lukisan ini digambarkan mengenakan pakaian khas Jawa yakni Kebaya secara lengkap dengan kain batik bagian bawah lukisan terdapat sawah, sungai, pohon kelapa pohon bambu hingga Gunung Merapi dan Gunung Merbabu yang menggambarkan lanskap tanah Jawa. Lukisan ini dibuat sebagai hadiah untuk yayasan yang telah memberikannya beasiswa yakni Yayasan St. Claverbond. 5. Peperangan Antara Gatotkaca dengan Antasena Basuki Abdullah menggambarkan sosok Gatotkaca dalam lukisan lainnya yakni yang berjudul Peperangan Antara Gatotkaca dengan Antasena. Lukisan ini menjadi awal dari karir Basuki Abdullah dalam seni lukis. Melalui Pameran Pekan Raya Bandung atau dikenal sebagai Jaarbeurs tahun 1933 lukisan ini untuk pertama kalinya dipublikasikan. Kesempatan tersebut dimanfaatkan Basuki Abdullah sebaik mungkin karena biasanya Jaarbeurs hanya diikuti oleh pelukis Eropa saja. Lukisan ini mengisahkan pertarungan anak tokoh pewayangan Bima yakni Gatotkaca dan Antasena yang bertarung untuk mendapatkan Dewi Sembadra. Saat ini lukisan ini menjadi bagian dari Koleksi Istana Kepresidenan Republik Indonesia di Bogor. 6. Bila Tuhan Murka Lukisan Bila Tuhan Murka adalah karya Basuki Abdullah yang dibuat dengan ukuran dimensi 200×300 cm tahun 1950. Dalam lukisan ini Basuki Abdullah menggambarkan suasana alam yang mencekam dengan dominasi warna hitam dan yang menjadi objek lukisan ini terlihat panik di tengah kobaran api yang membara. Basuki Abdullah menggambarkan suasana kehancuran alam semesta pada lukisan ini dengan gaya surealisnya. Suasana semakin dramatis dengan adanya gambaran gunung meletus, batu yang beterbangan dan bumi yang runtuh. Pesan ingin disampaikan Basuki Abdullah dari lukisan ini adalah supaya kita menghindari konflik, menjaga keseimbangan, serta terus beribadah agar Tuhan tidak murka. Lukisan ini kini tersimpan di Istana Kepresidenan Republik Indonesia di Bogor. 7. Kanjeng Ratu KidulKanjeng Ratu Kidul adalah sosok yang diyakini sebagai penguasa Pulau Jawa yang juga dikenal sebagai ku Ratu Pantai Selatan. Basuki Abdullah melukis Kanjeng Ratu Kidul pada tahun 1980-an. Objek yang tergambar adalah sosok wanita cantik dengan kain Jawa yakni kemben berwarna hijau dengan rambut terurai namun tanpa mengenakan mahkota. Lukisan ini dinilai mengandung nilai mistis sebab pada saat melukis ini Basuki Abdullah menggunakan model yakni Nyonya setelah menjadi model ini Nyonya Harahap terserah penyakit parah. Begitu juga dengan model lainnya yang juga menjadi inspirasi Kanjeng Ratu Kidul. Lukisan asli Kanjeng Ratu Kidul tersimpan di Istana Presiden di Yogyakarta. 8. Lady With Kebaya Lukisan Basuki Abdullah lainnya adalah yang berjudul Lady With Kebaya yang digambar pada kanvas berukuran 113 cm x 76 cm. Perempuan yang ada di dalam lukisan tersebut adalah Kartini Manoppo yang merupakan putri bangsawan Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Pramugari Garuda Indonesia ini digambarkan sebagai wanita yang cantik dan anggun dalam balutan kebaya berwarna ungu. Lukisan ini dilihat oleh Soekarno dan pada saat itu juga presiden RI pertama langsung jatuh cinta kepada sang model. Keduanya akhirnya menikah pada tahun 1959 namun dikirim ke Jerman karena kondisi politik negeri yang sedang kacau pada masa itu. 9. Sungai Tak Pernah Kembali Tidak hanya tokoh dan mitologi saja, Basuki Abdullah juga melukis tentang pemandangan. Salah satunya adalah lukisan yang berjudul Sungai Tak Pernah Kembali yang dibuat di atas kanvas 125cm x 200 beraliran naturalis ini menyuguhkan lanskap sungai yang jernih, pepohonan, sawah, gunung api yang mengeluarkan asap dan jembatan gantung. Pesan yang ingin disampaikan oleh Basuki Abdullah melalui lukisan ini adalah agar manusia terus mengingat pada hukum alam ciptaan Tuhan. - Perang Diponegoro yang berlangsung antara 1825-1830 termasuk salah satu perlawanan besar yang harus dihadapi Belanda semasa pendudukannya di Indonesia. Pasalnya, pertempuran yang bermula di Yogyakarta ini meluas ke banyak daerah di Jawa hingga sering disebut sebagai Perang Jawa. Perlawanan Diponegoro terhadap Belanda berkobar setelah Belanda menanam patok-patok jalan di atas makam leluhur Pangeran sebelum insiden tersebut, Belanda juga telah melakukan serangkaian aksi yang memicu kemarahan Pangeran Diponegoro. Perang Diponegoro berakhir setelah lima tahun, dengan dampak yang sangat serius bagi belakang Perang Diponegoro Memasuki abad ke-19, keadaan di Surakarta dan Yogyakarta semakin memprihatinkan karena intervensi Belanda terhadap pemerintah lokal sering kali memperburuk perselisihan yang ada di lingkungan kerajaan. Campur tangan pihak kolonial juga membawa pergeseran adat dan budaya keraton yang tidak sesuai dengan budaya nusantara. Selain itu, dominasi Belanda telah membuat rakyat menderita karena dijadikan sebagai objek pemerasan. Pasalnya, para petani tidak dapat mengembangkan hidupnya karena harus menjadi tenaga kerja paksa. Beban mereka pun semakin berat karena diwajibkan untuk membayar berbagai macam pajak. Melihat penderitaan rakyat akibat kekejaman Belanda, Pangeran Diponegoro tidak mau tinggal diam. Lukisan "Penangkapan Pangeran Diponegoro" karya Raden Saleh Syarif Bustaman, pada 1857. PADA 28 Maret 1830, Pangeran Diponegoro ditangkap Jenderal de Kock di Magelang. 27 tahun kemudian, pelukis Raden Saleh Syarif Bustaman 1807/1811-1880 melukiskan kisah penangkapan itu Diponegoro yang berdiri dikelilingi pengiringnya mendongakkan kepalanya ke arah pejabat Belanda. Baca juga Roto, Jenaka Pengiring Diponegoro Menurut kurator Jim Supangkat, lukisan Penangkapan Diponegoro yang dihadiahkan kepada Raja Belanda, Willem III, mengandung kritik tersembunyi tentang politik kolonial yang tidak etis atas penangkapan Diponegoro. Lukisan tersebut dikembalikan kepada pemerintah Indonesia pada 1979. Lukisan ini direstorasi oleh studio konservasi seni GRUPPE Köln di Cologne, Jerman, di bawah pimpinan Susanne Erhard. Sebelum direstorasi, lukisan tersebut dalam keadaan kusam dan beberapa cat mengelupas. “Bahkan suatu ketika cat yang mengelupas ini pernah dicat kembali secara serampangan oleh kurator istana,” kata Jim Supangkat dalam konferensi pers pameran “Aku Diponegoro Sang Pangeran dalam Ingatan Bangsa dari Raden Saleh hingga Kini”, di Galeri Nasional Indonesia, Gambir, Jakarta Pusat 6/1. Penangkapan Diponegoro merupakan salah satu lukisan yang akan dipamerkan di Galeri Nasional Indonesia di Jl. Medan Merdeka Timur No 14 Gambir, Jakarta Pusat, pada 6 Februari-8 Maret 2015. Pameran ini merupakan kelanjutan dari pameran “Raden Saleh dan Awal Lukisan Indonesia Modern” pada 2012. Baca juga Raden Saleh "Pulang Kampung" Pameran kali ini dibagi tiga bagian, masing-masing menampilkan pendekatan tersendiri terhadap sosok Diponegoro. Selain lukisan Penangkapan Diponegoro, ditampilkan juga sejumlah lukisan potret Diponegoro karya seniman ternama Indonesia seperti Soedjono Abdullah, Harijadi Sumodidjojo, Basuki Abdullah, Sudjojono, dan Hendra Gunawan. “Lukisan penting ini harus dianggap sebagai Diponegoro an-sich Diponegoro klasik, karena lukisan tersebut telah banyak disebarluaskan dan digunakan sebagai model untuk hampir semua peringatan Diponegoro di Indonesia,” ujar kurator dan antropolog Werner Kraus dalam keterangan tertulisnya. Bagian kedua dipamerkan karya-karya para seniman seperti Srihadi Soedarsono, Heri Dono, Nasirun, dan Entang Wiharso yang memberikan pendekatan kontemporer kepada sosok Diponegoro. “Paling tidak akan ada 20 karya yang akan ditampilkan. Beberapa masih dalam proses negosiasi peminjaman baik ke beberapa kolektor atau kepada pemerintah,” kata Jim Supangkat. Bagian ketiga menghadirkan karya-karya seni low art seni keseharian atau seni rakyat/populer yang berkaitan dengan Diponegoro seperti fotografi, lukisan pada kaca, patung kayu, kartu, lukisan batik, komik, t-shirt, poster-poster politis, dan uang. “Dengan demikian,” tulis Kraus, “kami menantang tradisi yang cenderung menciptakan jurang pemisah antara seni kelas tinggi’ dan sehari-hari’.” Pameran ini juga akan menayangkan dokumentasi foto dan video restorasi lukisan Penangkapan Diponegoro. “Juga akan diadakan semacam workshop singkat mengenai teknik restorasi lukisan saat pameran digelar,” ujar Rizki Lazuardi, manajer teknis pameran dari Goethe Institute. Pameran ini menjadi lebih menarik karena ada ruangan untuk memamerkan artefak peninggalan Diponegoro jubah putih, pakaian khas saat berperang, tombak pusaka, pelana kuda, tempat tidur, dan kursi yang dipakai di rumah residen Kedu. “Kami menganggap ruangan ini sebagai pusat spiritual pameran,” tulis Kraus. Sejarawan sekaligus kurator Peter Carey mengatakan, dengan pameran ini tugasnya sudah sampai ke “ujung jalan.” “Pameran ini akan menjadi tindakan publik terakhir saya sehubungan dengan panggilan saya sebagai penulis biografi Sang Pengaran,” kata Carey yang menghabiskan separuh hidupnya untuk meneliti dan menulis sejarah Diponegoro. Carey menilai pameran ini berhasil “jika dapat menghidupkan bahkan sebagian kecil dari kemanusiaan dan kearifan Diponegoro dan cara bagaimana karakter Sang Pangeran diingati oleh rakyat kebanyakan sepanjang abad sesudah wafatnya pada 8 Januari 1855.”

lukisan diponegoro memimpin pertempuran